
Perbandingan Biaya Perawatan Mobil Listrik vs Konvensional di Indonesia
Dalam beberapa tahun terakhir, mobil listrik semakin populer di Indonesia seiring dengan komitmen pemerintah mengurangi emisi karbon dan mendukung transisi energi bersih. Namun, banyak calon konsumen masih ragu memilih mobil listrik karena ketidaktahuan tentang biaya perawatan jangka panjang. Artikel ini akan membandingkan biaya perawatan mobil listrik vs konvensional di Indonesia, mencakup komponen servis, bahan bakar, dan faktor lain yang memengaruhi keputusan pembelian.
1. Biaya Perawatan Rutin
Mobil konvensional memiliki ratusan komponen mekanis, seperti mesin berbahan bakar fosil, sistem transmisi, dan knalpot, yang memerlukan perawatan rutin. Contohnya, penggantian oli mesin setiap 5.000–10.000 km menghabiskan Rp300.000–Rp800.000 per servis. Belum lagi biaya penggantian filter udara, busi, atau belt mesin yang bisa mencapai Rp1–3 juta per tahun.
Sebaliknya, mobil listrik memiliki struktur lebih sederhana dengan motor listrik dan baterai sebagai komponen utama. Tanpa oli mesin atau sistem pembuangan, biaya servis rutinnya lebih rendah. Menurut data dari dealer mobil listrik di Indonesia, biaya servis berkala mobil listrik rata-rata Rp500.000–Rp1,5 juta per tahun, 30–50% lebih murah dibanding mobil konvensional.
2. Biaya Penggantian Komponen
Komponen paling mahal pada mobil listrik adalah baterai. Harga raja zeus baterai lithium-ion bisa mencapai Rp100–200 juta, tergantung kapasitas. Namun, baterai modern dirancang tahan hingga 8–10 tahun atau 160.000–200.000 km. Pemerintah Indonesia juga berencana membangun industri baterai lokal, yang diharapkan menekan harga penggantian di masa depan.
Sementara itu, mobil konvensional memerlukan penggantian komponen seperti kopling (Rp5–10 juta), transmisi (Rp10–20 juta), atau catalytic converter (Rp3–8 juta) setelah pemakaian 5–7 tahun. Biaya ini sering kali lebih tinggi dari perkiraan pemilik.
3. Biaya Bahan Bakar vs Listrik
Biaya “isi daya” mobil listrik jauh lebih ekonomis. Dengan tarif listrik rata-rata Rp1.500–Rp2.500 per kWh, mobil listrik seperti Hyundai Ioniq 5 yang mengonsumsi 15 kWh/100 km hanya menghabiskan Rp22.500–Rp37.500 untuk jarak 100 km. Sebaliknya, mobil konvensional dengan konsumsi BBM 1:10 (1 liter untuk 10 km) membutuhkan Rp14.000–Rp20.000 (harga Pertamax) per 10 km, atau Rp140.000–Rp200.000 per 100 km—4–8 kali lebih mahal daripada mobil listrik.
4. Insentif Pemerintah
Pemerintah Indonesia memberikan insentif untuk mempercepat adopsi mobil listrik, seperti pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) hingga 2023, pengurangan pajak penjualan, dan subsidi harga. Sementara itu, mobil konvensional justru dikenakan pajak progresif, terutama untuk mesin berkapasitas besar.
5. Pertimbangan Jangka Panjang
Meski harga beli mobil listrik masih lebih tinggi (misalnya, Wuling Air EV dijual Rp300–400 juta vs Toyota Avanza Rp250–300 juta), penghematan biaya perawatan dan bahan bakar bisa menutupi selisih harga dalam 5–7 tahun. Selain itu, mobil listrik memiliki dampak lingkungan lebih rendah, yang sejalan dengan tren global menuju keberlanjutan.
Kendala yang Perlu Diperhatikan
- Infrastruktur Charging Station: Jumlah stasiun pengisian listrik di Indonesia masih terbatas, terutama di luar Jawa.
- Ketersediaan Suku Cadang: Suku cadang mobil listrik masih impor, berpotensi memperpanjang waktu servis.
BACA JUGA: Monster Truck: Bagaimana Mobil Raksasa Ini Bisa Melompat?!!!